Komunikasi dengan Anak

16 06 2017

Praktek komunikasi produktif dengan anak harus terus dilakukan untuk banyak tujuan positif walaupun dengan berbagai tantangan yang muncul silih berganti. Salah satu tujuan yang ingin dicapai adalah bisa mendapatkan kenyamanan dan kedekatan dalam hubungan antara orang tua dan anak. Beberapa hal yang bunda terus usahakan untuk dijalankan dalam rangka meningkatkan cara komunikasi menuju hasil yang produktif adalah:

Mengamati dan mendengarkan

Kadang sering lupa adalah mendengarkan setelah melakukan pengamatan atau observasi saat terjadi komunikasi dengan anak. Salah satu tantangannya adalah mengamati dan mendengarkan dengan penuh antusiasme saat kita mendengarkan hal yang menurut kita sepele, padahal anak-anak berharap orangtuanya akan tertarik dan mendengarkan ceritanya. Dengan menunjukkan ketertarikan dan mendengar aktif akan memunculkan rasa dihargai pada diri anak.

Menunjukkan empati

Saat mendengarkan cerita anak dan menunjukkan respon yang baik, bunda harus menunjukkan respon yang membangun, walau respon yang diberikan harus sejujur-jujurnya karena itu dapat menjadi ajang untuk mendidik (tarbiyah) dengan memberikan nasihat yang membangun bagi anak. Begitu pula ketika anak tampak sedang dirundung masalah, janga lupa untuk menanyakan perasaannya dan menerima perasaan tersebut. Rasa diterima dengan kondisi emosi apapun diharapkan dapat membuat anak tetap nyaman dan tetap mau terbuka dan menjadi dekat dengan orantuanya.

Jelas memberikan kritikan atau pujian

Tiap anak memiliki karakter yang berbeda. Ada yang introvert dan ekstrovert. Anak introvert adalah tipe pendiam, tertutup dan tidak mudah bercerita. Anak-anak bunda sepertinya termasuk ekstrovert walau begitu momen komunikasi yang prioduktif harus dibuatkan waktu khusus karena saat ada waktu luang yang khusus dialokasikan untuk komunikasi produktif bisa sekalian melakukan evaluasi untuk perbaikan ke depannya. Jadi biasanya dicari keadaan santai, pada saat anak sedang merasa senang hatinya sewaktu bermain misalnya. Untuk memulainya memang orantua yang harus aktif, dimulai dengan kalimat produktif supaya tujuan praktek komunikasi tercapai.

Memberikan pilihan

Saat berkomunikasi dengan anak harusnya bisa menjadi ajang diskusi sehat antara orang tua dan anak. Sewaktu diskusi anak akan berusaha berfikir kritis dan analitis dengan pertanyaan yang kita ajukan, bukan dengan komunikasi dengan tujuan menghakimi atau memarahi. Sebisa mungkin masing-masing pihak diberikan kesempatan berbicara sehingga anak merasa dihargai. Kemudian akan muncul diskusi lanjutan dari pilihan yang muncul dan dipilih anak bisa berupa konsekuensi dari pilihan tersebut. Bunda sudah berusaha menerapkan ini pada si kakak yang sudah berusia 8 tahun, tetapi untuk si adik yang berusia 3 tahun belum bisa berjalan efektif walau sudah mulai dikenalkan diskusi,  memberi pilihan, dan konsekunesi logis yang akan muncul.

Memberikan maaf dan pujian

Kata-kata ini sangat mudah dibaca di artikel manapun terkait komunikasi, tetapi pada kenyataannya tidak mudah. Tidak mudah untuk mengakui kekurangan dan mengakui  kesalahan dan meminta maaf. Tetapi kebiasaan baik tidak ada salahnya diberikan contoh dan dilakukan secara konsisten. Sambil tetap tidak lupa dimasukkan aspek pendidikan (tarbiyah) pada anak supaya pesan atau nasihat dari orangtua bisa diserap oleh otak anak. Jika memang kesalahan itu ada dari pihak orangtua, jangan enggan untuk minta maaf pada anak. Hal seperti ini harus ditanamkan pada anak sejak usia dini, agar nantianya tidak terbiasa melempar kesalahan ke orang lain.

Nah sebaliknya, jika anak berhasil mencapai sesuatu jangan lupa pula untuk memberikan pujian yang membangun sambil terus kita dorong untuk melakukan lebih banyak lagi hal-hal yang baik dan bermanfaat.

 

Sepertinya masih banyaaakkk banget yang bunda harus lakukan dan yang penting adalah konsistensi sehingga akan menjadi suatu kebiasaan baik yang tertanam di dalam diri anak…mudah-mudahan Allah memberikan kemudahan, aamiin

 

#level1

#day3

#komunikasiproduktif

#kuliahbunsayjakarta

#komunikasidengananak





Masih tentang Komunikasi

10 06 2017

Gimana kelanjutan bunda belajar komunikasi yang produktif dengan anak? Sebelumnya yang mau dievaluasi adalah gimana siy hubungan orang tua anak maksudnya hubungan bunda dengan kakak dan juga ade? Yang pasti bunda pengen punya hubungan yang menyenangkan dan positif buat anak-anak. Positif dalam arti bunda bisa menjadi teladan yang baik dan menyenangkan adalah bisa menjalankannya dengan hati yang iklhas dan riang.

Dalam penelitian terkini juga menyebutkan bahwa anak yang tumbuh dengan komunikasi positif dengan orangtua cenderung memiliki kepribadian, daya tahan terhadap stress dan self esteem yang lebih baik dibandingkan dengan anak yang memiliki hubungan dan komunikasi yang buruk dengan orangtua.

Menurut bunda komunikasi yang produktif harus diterapkan sejak dini pada anak, karena bunda juga ingin saling menghargai dan anak-anak bisa tumbuh sehat dan punya tumbuh kembang yang optimal.

Komunikasi kan katanya ada yang verbal dan non-verbal ya, nah di bagian bunda keduanya mencolok nih…verbal masih punya banyak celah perbaikan begitu juga dengan non verbal…hahaha…Kalau dari sikap tubuh sepertinya bunda sudah begitu terbuka, atau semua orang bisa membaca ekspresi, gestur dan sebagainya terkait emosi yang bunda rasakan, lalu apakah semua bisa dikembalikan ke porsi komunikasi yang baik didukung dengan sisi non verbal yang terbuka tadi, ternyata belum tentu…

Anak-anak sering menyadari bahwa bundanya sedang marah atau tidak senang hati, mereka akan memberikan waktu bunda untuk menenangkan diri, at least tidak mengganggu bunda di waktu tersebut. Kakak berusaha memfasilitasi ade supaya bisa mengerti bahwa bunda sedang butuh waktu menenangkan diri. Tapi untunya bunda bisa cukup cepat men-‘switch’ tuas emosi ke 2 hal yang berbeda khususnya dengan melihat atau mengerjakan sesuatu yang dirasa menyenangkan. Tapi terkadang hal itu seperti menggambarkan mood swing yaa…Yang perlu diperhatikan dan diperbaiki adalah bunda harus lebih sering mendengarkan kakak dan ade bercerita dengan sikap tubuh lebih positif sehingga memunculkan rasa tertarik, perhatian  dan penghargaan untuk kesempatan bercerita dan berbagi antara ibu dan anak.

Satu lagi yang ini bunda tingkatkan adalah menerima perasaan baik perasaan diri bunda sendiri maupun perasaan anak. Didalam Komunikasi Baik Benar dan Menyenangkan, langkah pertama yang dilakukan adalah menanyakan perasaan anak. Amati dan terima perasaan anak dengan cara mengucapkan perasaan mereka. Dengan cara ini diharapkan menumbuhkan rasa anak merasa dia akan diterima saat berada dalam emosi apapun.

Trus apalagi yang bunda highlight yaitu berkomunikasi dengan hati tenang, kaream apa…saat hati dan pikiran sudah tenang, rasanya lebih mudah berpikir logis dan menerima masukan. Begitu juga dengan anak-anak, kalau sedang menangis bunda akan bilang selesaikan dulu ya nangisnya nanti bunda tunggu di sana, baru setelah itu mulai bicara dan memasukkan pesan dan nasihat-nasihat yang akan dapat diserap dengan baik oleh anak saat hati dan pikirannya sudah tenang atau stabil emosinya.

Semangat terus berlatih supaya lebih baik ya bunda

 

#level1
#day2
#tantangan10 hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip





Bicara tentang Komunikasi

6 06 2017

Berapa banyak orang menghabiskan waktunya berkomunikasi dengan orang lain dalam hidupnya sehari-hari?

Berapa banyak pula orang yang mengakhiri proses komunikasinya tersebut dengan bahagia karena mencapai tujuannya atau malah mengakhirinya dengan rasa mangkel, dongkol, atau baper akibat interaksinya dengan lawan bicara yang (akhirnya dianggap) menyebalkan, tidak mau mengerti, susah dibilangin, endebre endebre…

Kalau dipikir-pikir, setiap orang mulai dari bayi yang baru lahir pun sampai orang yang sudah renta pun pasti melakukan komunikasi dengan berbagai bentuk sehari-harinya.

Lalu masalahnya dimana?

Kalau untuk saya pribadi, banyak….hahaha…apa karena komunikasi sering dijadikan alasan untuk terjadinya kesalahpahaman, perbedaan pendapat yang berujung ribut, bukan hanya dengan pasangan hidup lho ya, bisa dengan orang tua, teman, kalau saya dengan klien sewaktu kerja, hahaha…

Trus salahnya dimana? Trus kurangnya dimana? Kalau saya melihat untuk pertama kali pasti ke dalam diri saya dimana letak banyak salahnya, banyak kurangnya. Kenapa ke diri sendiri, karena saya berprinsip, hanya saya dan Allah yang bisa dan punya kendali (penuh) atas diri saya, tidak suami, tidak anak, tidak juga orang tua saya.

Lalu muncul selisih paham dalam komunikasi dimana? Nah baru deh sekarang kita intip teorinya…kenapa pakai teori, iya dong…kan Rasulullah bilang berilmu dulu baru beramal, kalau mau komunikasinya efektif dan produktif ya harus tau dulu teorinya, haiisshh…mantabh yaah 😉

Jadi sekarang saya akan mencoba untuk menerapkan komunikasi efektif dan produktif, kenapa? Karena saya ingin mencapai tujuan saya, insya Allah supaya ilmu yang didapat tidak sia-sia, untuk bagian awal dan paling mendasar saya akan memperbaiki komunikasi dengan diri sendiri dulu, baru nanti dengan orang-orang di sekitar saya.

Dari teori yang saya baca, langkah awal untuk memulai komunikasi produktif dengan diri sendiri adalah dengan memilih kosakata yang kita gunakan sehari-hari. Selama ini kata-kata yang salah pilih rasanya sudah baik, sudah santun, dengan intonasi beragam sesuai keadaan emosi hahaha…tapi udah kecepatan bicara memang saya agak gaspol dikit alias cepet ngomongnya, nah ketemu deh satu SFI istilahnya dulu waktu suka ngaudit yaitu scope for improvement, kenapa bisa diperbaiki, karena tidak semua orang bisa cepat mengerti apa yang saya maksudkan, terutama bicara dengan anak-anak, atau saat menjelaskan suatu teori kepada mahasiswa di kelas, walau sudah menggunakan analogi atau contoh memang sebaiknya saya memelankan cara bicara saya *deal 😀

Menurut teori, kosakata yang kita pakai adalah keluaran spontan dari struktur berpikir dan cara kita berpikir. Jika kita terbiasa berpikir positif maka kata-kata yang keluar dari mulut kita juga kata-kata positif, demikian juga sebaliknya. Setuju ga? Kalau saya setuju banget, karena sering liat contohnya di teman-teman sekitar 🙂 Jika kita masih sering berpikiran negatif, maka kemungkinan diksi (pilihan kata) kita juga kata-kata negatif, demikian juga sebaliknya, itu kata teori. Pemilihan kosakata juga dikatakan sebagai  pencerminan diri kita yang sesungguhnya, karena apa? Karena ternyata pemilihan kata akan memberikan efek yang berbeda terhadap kinerja otak. Dahsyat juga yaa…makanya sampai ada peribahasa: tong kosong nyaring bunyinya yaa…Walaupun bunyi tapi kalau terbiasa membiarkan kinerja otak negatif ya yang nyaring bunyinya alias cempreng wahahahahha…Makanya kita perlu berhati-hati dalam memilih kata supaya hidup lebih berenergi dan lebih bermakna, tsaaahh…

Memang ga semua hal harus dikondisikan positif, tetapi kalau kita tau bahwa kata-kata yang kita ucapkan itu secara ga sadar memberikan energi, kenapa ga kita pilih kata-kata kita yang selalu bawa banyak energi positif dong…secara energi positif itu di suatu kondisi, susah untuk didapatkan sedang energi negatif sangat mudah menyebar alias didapatkan, bener ga?

Lalu ketika ada masalah, ada sesuatu yang tidak sesuai dengan harapan, keinginan apa kita tidak boleh menanggapinya negatif? Menanggapi boleh, tetapi reaksinya yang harus tetap positif, gimana caranya…salah satunya ya tadi mengganti kata-kata yang sifatnya negatif menjadi positif misal kata masalah diganti dengan tantangan, kata susah diganti dengan menarik, kata tidak tahu diganti dengan akan cari tahu…

Yang saya rasakan, ketika mencoba mengganti kata-kata menjadi lebih positif, pertama didalam dada muncul rasa senang, sepertinya saya sudah memang duluan karena berhasil melihat si ‘masalah’ jadi tantangan, padahal baru keucap di bibir doang, di hati terasa senang. Menurut teori, ketika kita berbicara ‘masalah’ kedua ujung bibir kita turun, bahu tertunduk, maka kita akan merasa semakin berat dan tidak bisa melihat solusi. Tapi kalau kita mengubahnya dengan ‘tantangan’, kedua ujung bibir kita tertarik, bahu tegap, maka nalar kita akan bekerja mencari solusi, great!

Nah tantangan yang sebenarnya dihadapi buat saya adalah ketika berinteraksi dengan anak, ini dulu yaa…lawan bicara lain akan dipertimbangkan di lain waktu hahahha…Kenapa dengan anak saya berharap bisa melakukan komunikasi yang efektif dan produktif, pertama karena saya ingin menjadi tauladan yang baik dalam mendidik dan memberi pengajaran untuk anak-anak saya, kedua saya ingin anak-anak saya akhirnya meniru dan mengambil hal-hal yang baik termasuk cara berkomunikasi dari saya sebagai ibunya. Semua ini saya lakukan karena rasa tanggung jawab saya tentunya sebagai Ibu yang nanti akan saya bawa di hadapan Allah di hari akhir nanti, jika saya bisa melalui tahap ini dengan baik, insya Allah balasan besar dari Allah sudah menanti 😀

Lanjut dari pemilihan kata-kata tadi berhubung saya orang yang terbiasa bicara cepat, maka kadang lawan bicara saya kesulitan memahami maksud ucapan saya. Nah langkah awal yang akan saya coba perbaiki adalah bagian intonasi dan suara yang ramah, kenapa begitu…ya itu tadi dengan kebiasaan bicara cepat, kadang intonasi dan keramahan suara saya kurang terdengar, maksudnya kedengeran judes bin jutek gitu, wkwkwkwkwk…

Minggu kemaren, anak saya yang sulung sedang mengikuti Penilaian Akhir Sekolah. Biasa di waktu ini, suasana rumah tegangannya suka naik turun nih mengikuti suara mulut dan suara hati alias emosi si empunya rumah. Kadang rumah rapi, tapi lebih sering berantakannya. Ga sempet beberes yang penting nemenin si Kakak belajar dulu. Nanti pas sesi belajar ada aja gangguan datang dari si Adek, nah kan…tantangan mempraktekkan ilmu komunikasi produktif dicoba, apa pas ketemu masalah, di hati dan pikiran tetap dianggap masalah atau di upgrade jadi tantangan? Keseringan sih masih mengganggap tetap masalah dan berakhir temenan sama reaksi emosi negatif, tapi nanti di kondisi lain pengen nyoba lagi lebih sering ketemu si tantangan…gitu terus mikirnya.

Trus apa besoknya sudah berhasil menaklukkan si tantangan, rasanya sih belom juga, wong masih pekan ujian hahahha…mulai ngeles, tapi justru saat seperti ini ya saat yang tepat untuk latihan, tapi biar tetap waras dan eling, diawal sudah dibilang dulu ke si Kakak dan Adek bahwa ibunya lagi belajar dan punya PR buat latihan melakukan komunikasi produktif, jadi kalau meleset dikit alias nada naik mata melotot mohon dimaafkan dan diingatkan hahahha…kalau udah gini harusnya tambah semangat ya latihannya, karena penontonnya ada bocah-bocah yang secara langsung melihat prakteknya. Besok cerita lagi ya lanjutan praktek minggu lalu, apa ada perubahan ke arah kebaikan atau gimana… Nanti coba saya letakkan di alat ukur semacam tabel ya, supaya progress nya terukur insya Allah…

 

 

 





Akhirnya…

6 06 2017

Alhamdulillahilladzi bini’matihi tatimmushshalihaat…

Akhirnya bisa kebuka juga (lagi) blog ini :p

Buat apa dibuka? Yaa…pasti ada maksudnya dong…haha

Pastinya untuk memulai lagi, blog ini akan dipakai sebagai sarana belajar buat si empunya blog, dengan harapan catatan-catatan tertulis bisa menjadi bahan pembelajaran yang bermanfaat minimal bagi diri sendiri, keluarga dan (mungkin) orang lain…

 

Mudah-mudahan Allah berikan kemudahan untuk istiqomah menulis dan belajar sampai ‘akhir’ nanti, insya Allah…

 

 

 





Hai…apakabar :))

1 07 2013